walau setiap bulu malaikat yang jatuh kepundak
kamu tiup dengan peluk erat.
Makin ingin bersayap,
ketika setiap rasa indah yang kamu warnai diatas imaji
kamu bingkai dalam busuknya ruang nyata yang meremukan mimpi siang bolong di kepalaku.
lalu aku makin ingin bersayap,
ketika ingat ketinggian angan akan semua hal makin mendaki
setelah ingat jijin pakai kuku kaki
sampai mereka patah berdarahpun tak akan pernah kugapai.
tersadar akan kerdilnya diri yang harus tetap disyukuri ini.
Lalu semakin ingin sakit jiwa aku dibuatnya
ketika harus mensyukuri beberapa hal yang tak bisa ku temukan sisi baiknya
makin sakit hati ketika aku ingin kabur dengan sayap yang ku nanti
tapi kamu menyuruhku tetap kuat dan menapakditanah
makin sakit batin ketika tersadar sekerdil ini sukma yang mengakar di dalamtubuh bocah sok tahu ini.
tak bisakah kita diam dan biarkan aku berdoa untuk sayapku kali ini?
toh aku akan kembali jika memang itu yang Beliau kehendaki
dan jika itu yang kau doakan.
jadi biarkan sayap itu jatuh satu pasang yang cukup untuk si kerdil
jangan lagi suruh aku jadi manusia yang setia karena hal itu membuatku semakin hina
dan membuat mata lelahku menetes lagi airnya
bukan karena lelahnya, tapi karena mereka ingat betapa pecundang tuannya.
cukup bilang, silahkan
dan bilang bahwa kamu kan tunggu aku cabuti bulu buluku dari rangka sayap yang akan datang
jika benar kamu masih mau aku berdiri disana
berikan aku jeda
untuk kepal tangan
memohon maaf pada tuhanku
dan menjemput sepasang kepak untukku.
Biarkan aku seburuk ini.
biarkan aku jadi elang sesungguhnya
seperti yang kau ingin walau kamu mau aku ada di balik gembok dan jeruji
walau aku hanya ingin menjadi burung parkit kecil
bukanlah yang bercangkram kuat seperti itu
walau aku tau itu akan jadi lebih baik
tapi elang,
memang tak pernah terbang bergerombolan.
hi blogwalking here :)
ReplyDeletenice poem dinda. j'adore ;)
ReplyDelete@Dove
ReplyDeleteThanks for a Hello ;)
@Nona Lutfi Fadhila
what a pleasure, thank you so much kak :)